Jenis kamera berdasarkan media penangkap cahaya[
Kamera film menggunakan pita
seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver
halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci film, silver
halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam,
sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut
bersama cairan pengembang (developer).
Kamera
film[
Jenis kamera film yang digunakan
adalah dari jenis 35 milimeter, yang menjadi populer karena keserbagunaan dan
kecepatannya saat memotret, karena kamera ini berukuran kecil, kompak dan tidak
mencolok. Lensa kadang dapat dipertukarkan, dan kamera itu dapat memuat gulungan
film untuk 36 singkapan, bahkan kadang lebih.
Jenis
film[sunting | sunting sumber]
Pembagian film berdasarkan
ukuran:
·
Medium format (100-120mm)
·
Large format
Angka di atas berarti ukuran
diagonal film yang digunakan. Setiap jenis ukuran film harus menggunakan kamera
yang berbeda pula.
Pembagian film berdasarkan jenis
bahan dan kesensitifannya:
·
Film hitam putih
·
Film warna
·
Film positif
·
Film negatif
·
Film daylight
·
Film tungsten
·
Film infra merah (sensitif terhadap panas yang dipantulkan
permukaan objek)
Kamera
polaroid[
Kamera jenis ini memakai lembaran
polaroid yang langsung memberikan gambar positif sehingga pemotret tidak perlu melakukan
proses cuci cetak film.
Kamera
digital[
Kamera jenis ini merupakan kamera
yang dapat bekerja tanpa menggunakan film. Si pemotret dapat dengan mudah
menangkap suatu objek tanpa harus susah-susah membidiknya melalui jendela
pandang karena kamera digital sebagian besar memang tidak memilikinya. Sebagai
gantinya, kamera digital menggunakan sebuah layar LCD yang terpasang di belakang kamera. Lebar
layar LCD pada setiap kamera digital berbeda-beda. Sebagai media penyimpanan,
kamera digital menggunakan internal
memory ataupunexternal
memory yang menggunakan memory card.
Jenis kamera berdasarkan mekanisme kerja
Kamera
single lens reflex[
Kamera ini memiliki cermin datar
dengan singkap 45 derajat di belakang lensa, sehingga apa yang terlihat
oleh pemotret dalam jendela pandang adalah juga apa yang akan di tangkap pada
film. Umumnya kamera ini digunakan setinggi pinggang ketika dipotretkan.
Kamera
instan[
Istilah instan adalah dimilikinya
mekanisme automatik pada kamera, sehingga berdasar pengukur cahaya (lightmeter atau fotometer),
lebar diafragma dan kecepatan pemetik potret secara otomatis telah diatur.
Pembagian kamera berdasarkan teknologi
viewfinder
Viewfinder memainkan peranan penting dalam penyusunan
komposisi fotografi. Fotografer ahli biasanya akan lebih memilih viewfinder
dengan kualitas baik dan mampu memberikan gambaran tepat seperti apa yang akan
tercetak.
Kamera saku[
Jenis yang paling populer
digunakan masyarakat umum. Lensa utama tak bisa diganti,umumnya otomatis atau
memerlukan sedikit penyetelan. Cahaya yang melewati lensa langsung membakar
medium. Kelemahan film ini adalah gambar yang ditangkap oleh mata akan berbeda
dengan yang akan dihasilkan film, karena ada perbedaan sudut pandangjendela
bidik (viewfinder)
dengan lensa.
Kamera
TLR
Kelemahan kamera poket diperbaiki
oleh kamera TLR. Jendela bidik diberikan lensa yang identik dengan lensa di
bawahnya. Namun tetap ada kesalahan paralaks yang
ditimbulkan sebab sudut dan posisi kedua lensa tidak sama.
Bibliografi[
·
Ascher, Steven; Pincus,
Edward (2007). The Filmmaker's Handbook: A Comprehensive Guide for the Digital
Age (ed. 3). New York, New York: Penguin Group. ISBN 978-0-452-28678-8.
·
Burian, Peter; Caputo,
Robert (2003). National Geographic photography field guide (ed. 2). Washington, D.C.:
National Geographic Society. ISBN 0-7922-5676-X.
·
Frizot, Michel.
"Light machines: On the threshold of invention". In Michel Frizot. A New
History of Photography. Koln,
Germany: Konemann. ISBN 3-8290-1328-0.
·
Gernsheim, Helmut (1986). A Concise
History of Photography (ed. 3). Mineola, New York: Dover Publications, Inc. ISBN 0-486-25128-4.
·
Gustavson, Todd (2009). Camera: a
history of photography from daguerreotype to digital. New York, New York: Sterling Publishing Co., Inc. ISBN 978-1-4027-5656-6.
·
Hirsch, Robert (2000). Seizing
the Light: A History of Photography. New
York, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. ISBN 0-697-14361-9.
·
Johnson, William S.; Rice,
Mark; Williams, Carla (2005). In Therese Mulligan and David Wooters. A History
of Photography. Los Angeles, California:
Taschen America. ISBN 978-3-8228-4777-0.
·
London, Barbara; Upton,
John; Kobré, Kenneth; Brill, Betsy (2002). Photography (ed. 7). Upper Saddle
River, New Jersey: Prentice Hall. ISBN 0-13-028271-5.
·
Wenczel, Norma (2007). Part I
- Introducing an Instrument. In
Wolfgang Lefèvre. "The Optical Camera Obscura II Images and Texts". Inside
the Camera Obscura – Optics and Art under the Spell of the Projected Image (Max Planck Institute for
the History of Science). hlm. 13–30. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2 April 2012.
·
Young, Hugh D.; Freedman,
Roger A.; Ford, A. Lewis (2008). Sears and
Zemansky's University Physics (ed. 12). San Francisco,
California: Pearson Addison-Wesley. ISBN 0-321-50147-0.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar